6.6.10

Decision


Pak Kadir duduk di hadapan putrinya. Ia memerhatikan Citra, putri semata wayangnya, dengan seksama. Ia masih sama seperti Citra yang dulu. Hanya ada satu yang berbeda sekarang, yaitu tanda kehidupan yang terlihat mulai menipis di wajahnya. Citra mungkin tak tahu bahwa ayahnya sedang gusar. Citra mungkin kini sedang asyik terbang atau bermain di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun. Raganya memang di sini. Tetapi separuh dirinya telah pergi. Tanpa sadar, Pak Kadir menitikkan setitik air dari sudut matanya. Ia bangkit dan mencium kening putrinya mungkin untuk yang terakhir kali. Ia sudah memutuskan..

Tak lama berselang, Pak Kadir bisa merasakan bahwa Citra telah terbang meninggalkan raganya. Tak ada suara, tak ada kata. Hanya gurat matanya dan desah napasnya yang sarat akan kesedihan. Ia telah merelakan putrinya untuk bebas dari belenggu alat bantu kehidupan ini. Sejatinya, Citra mungkin telah pergi sejak sebulan yang lalu. Saat ia menutup matanya setelah peristiwa naas tersebut. Hanya saja mesin ini tetap mengingkannya untuk tetap ada, berusaha membuatnya bernapas sedikit lebih lama lagi.

Namun, semua cukup sampai di sini saja.

Pak Kadir memilih Citra untuk pergi.

Dan Citra memilih untuk pergi...


(dedicated to someone, somewhere..)


DR