14.6.10

Gadisnya, Bukan Gadisku


Setiap pukul 15.00 tiba, ia tidak pernah lupa untuk mengunjungi tempat itu. Sebuah foodcourt yang terletak di lantai 2 sebuah pusat perbelanjaan. Di sudut yang sama dan tempat yang sama. Ia sedang menunggu gadisnya sambil ditemani oleh secangkir teh hangat.

Tak lama, gadis yang ia tunggu akhirnya datang juga. Ia keluar dari gerbang sekolah yang terletak persis di sebelah pusat perbelanjaan tersebut. Ia memerhatikan gadisnya dengan seksama saat ia menyeberang jalan menuju sebuah halte bus.


Ia menerawang sambil sesekali melirik gadis kecilnya yang terduduk sendiri di bangku halte. Gadis yang selalu membuat darahnya berdesir walau hanya dengan menatap wajahnya. Gadis yang membuatnya tidak perlu berpikir panjang untuk menyadari bahwa ia telah jatuh cinta padanya. Setelah sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Ah, tidak.. Ia bahkan selalu mencintainya setelah sepuluh tahun tidak bertemu.


Dan di sinilah tempat terbaik di mana ia bisa mengawasi gadisnya secara jelas. Menemaninya yang sedang sendiri di sana. Ah, bukan, justru ialah yang ditemani oleh gadis tersebut. Ditemani oleh gerak-geriknya yang mampu melumpuhkan seluruh syaraf tubuh saking girangnya. Meskipun begitu, ini merupakan momen terbaik yang selalu ia nantikan. Lima belas menit terbaik dalam seharian ini. Memerhatikan gadis tersebut, walau hanya dari jarak pandang yang cukup jauh. Tanpa kontak. Tanpa tatap mata. Tanpa pertemuan. Tetapi baginya, semua itu terasa begitu indah.


Sebuah mobil sedan hitam tiba-tiba memenuhi pandangannya. Menghalangi pandangan matanya yang sedang hanyut dalam keindahan wajah sang gadis. Mobil itu lagi, yang selalu menghancurkan momen indahnya bersama gadisnya. Lagi-lagi, ia pun harus menelan kekecewaan itu. Saat tubuh mungil itu digandeng oleh sosok yang keluar dari mobil tersebut. Seseorang. Dan itu bukanlah dirinya. Ia tidak pernah melihat wajah gadisnya secantik ini saat gadisnya bertemu dengan sosok itu. Kini ia tahu pasti bahwa kini hati gadisnya telah memilih. Dan lagi-lagi, itu bukan dirinya..


Ia beranjak dari tempatnya, meninggalkan secangkir teh yang telah kosong.


DR