29.4.10

Gak Lulus = Jujur (?)

Tentunya kita semua tahu bahwa kemarin adalah hari kelulusan bagi siswa-siswi SMA. Termasuk gue, bangun pagi-pagi demi menunggu tukang koran, tidak sabar membolak balik isi halaman, dan menyortir nomor-nomor ujian yang tertera di sana.

Girang luar biasa pas gue menemukan nomor ujian gue tertera di sana, berada di antara nomor-nomor ujian lainnya yang lulus. Semua teman-teman gue pun bersuka cita, karena hasil jerih payah kami selama ini tidak sia-sia. Tiga tahun kami bersekolah di SMA ternyata membuahkan hasil. Sebuah kata LULUS yang sangat bermakna bagi kami.

Namun, di antara banyaknya siswa yang lulus, tentunya ada pula yang tidak lulus, atau istilah untuk tahun ini, mengulang. Di teve-teve, surat kabar, dan media lainnya mengatakan bahwa, penurunan angka kelulusan ini dikarenakan tingkat kejujuran yang semakin meninggi. Benarkah demikian? Jika, benar, yaa gue bersyukur banget.

Tapiii, pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan. Apabila tingkat kejujuran tahun ini meningkat dan presentasi siswa yang lulus menurun, apakah tahun-tahun sebelumnya mereka tidak begitu? Apakah dengan penurunan angka kelulusan membuktikan semakin banyak siswa yang jujur? Apakah dengan semakin banyaknya siswa yang lulus semakin rendah pula tingkat kejujuran mereka? Hal inilah yang senantiasa menjadi pertanyaan. Kejujuran.

Sejujurnya, Ujian Nasional bukanlah sebuah ujian yang hanya menguji kemampuan akademik kita, tetapi juga menguji mental dan kesiapan, ketelitian dalam hal teknis, juga.. kejujuran.

Sangat disayangkan memang, namun saat ini harus kita akui bahwa kejujuran merupakan sesuatu yang mahal dan langka, yang sulit kita temukan dalam masyarakat kompleks. Bisa kita saksikan sebulan yang lalu dari layar kaca, betapa mirisnya melihat siswa-siswi yang sedang melangsungkan ujian, menggunakan berbagai macam cara untuk HANYA demi untuk mendapatkan sebuah jawaban. Mereka tidak tahu betapa mahalnya harga dari sebuah kejujuran dibandingkan sebuah jawaban yang, belum tentu benar.

Lalu, siapa yang nanti mau memimpin bangsa ini, apabila dari saat ini saja bibit-bibit ketidakjujuran mulai ditanamkan? Siapa yang harus disalahkan saat ini? Diri sendirikah yang kurang bisa mengontrol? Guru-gurukah yang kurang pengawasan? Atau sistemkah yang masih kurang tegas?

Saat semua orang mungkin tidak peduli terhadapmu, saat semua sistem dan hukum carut-marut, membiarkan dirimu bergerak bebas tanpa batas, seharusnya diri KITA sendirilah yang memiliki tameng untuk menghindari hal tersebut.

Keimanan.

Berbagai macam jenis ujian telah dilangsungkan selama beberapa bulan ini. Dan dengan adanya ujian-ujian tersebut, justru semakin memperkuat hubungan gue dengan Tuhan. Gimana cara gue berusaha dan meminta, bagaimana gue diberikan ketenangan dan kemudahan yang luar biasa membuat gue percaya akan kemampuan gue sendiri dengan keridhaan Allah. Yakin deh, gak ada sesuatu yang terjadi di dunia ini tanpa adanya niat dan kesempatan. Meskipun kita memiliki banyak sekali kesempatan, namun apabila niatan itu telah dihilangkan dari dalam hati kita, semua itu bisa kita bendung.

“Bangkit itu takut. Takut korupsi, takut memakan yang bukan haknya. Bangkit itu malu. Malu jadi benalu, malu karena minta melulu. Bangkit itu tidak ada. Tidak ada kata menyerah, tidak ada kata putus asa. Bangkit itu Aku. Untuk Indonesiaku.” Dedi Mizwar – Memaknai 100 Tahun Kebangkitan Nasional.

Kita bisa BANGKIT menjadi generasi yang penuh kejujuran.

Salam,

DR

27.4.10

26th April

ALHAMDULILLAHIROBBIL'ALAMIN.
thanks God, now i'm graduate from high school.
thanks God for giving me Your promise, and i believe You'll never break it.
the best gift that i got yesterday morning was my parents' smile :)
and they proud of me because i did well without cheating.
the best result is when you reach your goal with your own ability.
and i'm feel that yesterday, even until this day.
after all this time,
i'm so thankful that i have one step closer to my dreams.

DR