16.5.10

Ada Apa dengan IPA dan IPS?


Buat yang pernah/sedang/akan mengalami SMA pasti bakalan ditanya sama hal-hal kayak gitu deh.

Buat yang pernah: "waktu SMA-nya ambil jurusan IPA apa IPS?"
Buat yang sedang: "jurusannya IPA apa IPS?"
Buat yang akan: "kalau udah SMA, mau ambil IPA apa IPS?"

Yah, beberapa pertanyaan gitu juga pernah gue alamin. Terutama pas masa-masa kelas sepuluh semester kedua deh, pasti banyak yang nanyain kayak gitu ke gue. Dan gue (meskipun) dengan mantap berkata: IPS,
pasti masih ada aja orang-orang yang kebingungan. Well, biasanya pertanyaan dilanjutkan dengan: kenapa gak ambil IPA aja?

Aneh, ada apa sih dengan pikiran orang-orang? Apa salah kalau jurusan IPS dijadikan sebagai cita-cita? Apa jurusan IPA lebih baikkah daripada IPS? Atau pemikiran-pemikiran orang-orang yang mendiskreditkan orang-orang IPS bahwa 'IPS adalah buangan anak-anak yang gak bisa masuk IPA' sudah tertanam kuat dalam pikiran mereka?

Nggak juga. Sri Mulyani. Selo Soemarjan. Koentjaraningrat. Contoh orang-orang sukses yang berlatar belakang dari ilmu sosial. Apa mereka buangan? Tentu aja nggak. Well, gak semua sih yang berpikiran seperti itu, tapi gue pribadi pernah merasakan bagaimana pemikiran orang-orang tersebut sampai ke telinga gue, meskipun secara tersirat. But I know what they really thought, at least, melalui mimik wajah dan kata-kata.

Gue sendiri
awalnya saat pertama kali masuk SMA, ngeliat anak-anak IPA tuh 'wah' gimana gitu ya (namanya juga freshman). Bahkan gue sempet ikutan ekskul KIR biar bisa masuk IPA (pikiran anak kelas 1 SMA-ga nyambung banget)

Tapi setelah dipikir-pikir, emang tujuan gue apa sih? Emang kalau gue masuk IPA menjamin kalau gue bakalan pinter? Dan apakah gue nyaman dengan semua itu? Dan ternyata saudara-saudara, semua nilai pelajaran fisika, kimia, biologi gue pas kelas 1 SMA jeblok semua, yah, walaupun gak ada nilai merah sih.. Tapi tetep aja. Malahan nilai ilmu sosial gue jauh lebih tinggi dibanding 3 mata pelajaran itu.

Akhirnya gue pun memutuskan untuk pindah haluan. Bukan karena faktor itu aja sih. Banyak. Salah satunya karena gue merasa, itu bukan bidang gue. Gue lebih suka membaca, menghafal, menulis, berdiskusi, meneliti gerak-gerik seseorang, belajar tentang kebudayaan. Dan itu jauh banget sama pelajaran IPA. Well, beruntung juga sih gue karena gue menemukan minat gue sebelum gue 'terjeblos' pada jalan yang salah.

Hari bagi rapot pun datang. Gue dinyatakan naik ke kelas sebelas (2 SMA).

Tapiiii yang bikin gue terbelalak adalah:
GURU GUE NULIS DI BAWAH RAPOTNYA:
NAIK KE KELAS 11 JURUSAN IPA.

What?! Gue langsung panik aja gitu. Terus gue bilang gini: "Bu, kok IPA?"
Terus, kata wali kelas gue: "Iya, nilai kamu mencukupi."
Gue: "Tapi saya nggak mau, Bu."
Wali Kelas: "Loh kok gak mau?"
Gue: "Iya, saya pengen di IPS."
Wali Kelas: *diem sebentar* "Yaudah, tapi jangan nyesel ya.."
Kata gue dalem hati, saya ga akan nyesel, Bu, enak aja. Kira-kira yaa begitulah haha.

Next.

Biasalah, anak sekolahan yang baru naek kelas pasti ribut nanyain ke temen-temennya yang laen: "gimana rapotnya? atau "masuk IPA/IPS?" dan sejenisnya deh. Sampai gue ketemu sama seorang temen gue yang notabene udah jadi anak IPA, nanyain hal di atas juga, dan gue jawab dengan jawaban yang biasa juga. Sampai pada akhirnya (tiba-tiba) dia ngomong gini: "Gue bersyukur deh, dari yang gue liat anak-anak yang masuk IPA baik-baik semua.." dan semakin menggelitik gue untuk gak berkata, "Jadi yang gak baik masuk IPS nih?" haha tapi akhirnya gue diem aja deh. Well, dari dua kalimat yang berdasarkan pengalaman gue di atas aja udah bikin gue berpikir: "Apaan sih? Gitu banget.." tapi ujung-ujungnya (lagi-lagi) gue simpen dalem hati aja deh dari pada ribut. Haha


Kalau gue, sebagai kalangan minoritas (duileh..) tetep aja harus berpikir objektif. Pintar atau nggaknya seseorang itu kan tergantung dirinya sendiri, bukan berdasarkan jurusan. Sukses nggaknya seseorang juga tergantung dianya. Gak ada masalah mau dicap orang bagaimana, yang penting kita nyaman dengan diri sendiri kan? Itu juga yang membuat gue memutuskan untuk bilang ke guru gue apa yang gue mau. Menyesal? Nggak sama sekali. Bahkan gue merasa nyaman banget dan merasa gue udah memilih jalan yang 'benar' berdasarkan apa kata hati gue.

On the other hand, jadi inget masa-masa kelas 3 SMA yang baru lewat (sebulan yang lalu). Masa-masanya daftar ke universitas, dan sekarang gantian deh pertanyaannya jadi gini: "Daftar ke mana aja? Ambil jurusan apa?" Yaa kira-kira begitulah pertanyaan sesama murid yang masih terlunta-lunta mencari sekolah -____-

Ada yang menarik di sini. Beberapa temen gue dari IPA, banyak yang ambil jurusan IPC, IPS malahan. Pasti tiap tahun ada aja yang gitu. Sebenernya gak ada masalah sih soal itu. Tapi gue mau berbagi sedikit nih.

Dulu, dulu loh, dulu ya.. Gue sempet berpikir gini, ngapain sih masuk IPA kalau ujung-ujungnya ambil lahan orang.. Yah, begitulah pemikiran sempit gue ini. Secara permukaan, emang terlihat seperti itu. Tapi, dengan banyak-banyak sharing dan berkomunikasi dengan mereka, gue malah jadi salut banget.

Bayangin aja, jarak antara UN sama ujian universitas kan mepet banget, tapi buktinya banyak dari mereka yang bisa lolos keduanya, dengan mata pelajaran yang sangat berbeda dan juga nggak sedikit loh jumlahnya. Ditambah lagi sama cerita mereka yang bilang, ada yang terpaksa masuk IPA karena disuruh orang tuanya lah, ada yang sebenarnya mereka gak suka sama pelajarannya lah.. Dan segala macem. Tapi mereka berani untuk mencoba 'menemukan' apa yang mereka inginkan. It's about time. Mungkin mereka sama dengan gue saat gue masih kelas 1 dulu, bedanya mereka baru menemukan keinginan mereka yang sebenarnya saat ini..

Toh, nggak ada yang melarang mereka juga kan untuk mengambil jurusan di universitas yang sama sekali berbeda dengan jurusan mereka saat SMA? Bahkan undang-undang pun memperbolehkan. Both science and social students are the same. Anak IPA boleh ambil jurusan IPS, begitu juga sebaliknya. Fair kan?

Masalahnya.. kebanyakan dari kita sekarang malah sibuk protes bilang bahwa mereka ambil lahan orang lain. Hey, it's their rights, isn't it? Yang kita butuhkan sekarang hanyalah meningkatkan kualitas diri dan memiliki kemampuan bersaing. Kalau orang-orang yang berasal dari latar belakang yang sama sekali jauh aja bisa, masa kita nggak?


DR